18.10.12

Monopoli Mematikan Pengembangan Pangan Lokal

Kemandirian Pangan
JAKARTA - Pembiaran pengusaha besar importir terigu nasional melakukan praktik monopoli selama puluhan tahun telah merusak potensi rakyat untuk mengembangkan tepung berbahan baku lokal. Lebih dari itu, monopoli pasar impor terigu domestik warisan Orde Baru tersebut telah membuat pedagang kecil pengolah terigu menjadi tidak berdaya untuk mendapatkan terigu yang lebih murah.
"Kalau pemerintah tidak turun tangan, yang terjadi seperti sekarang ini, sekelompok pengusaha warisan Orde Baru menjadi pemain tunggal dan seenaknya mengatur perdagangan terigu. Sedihnya lagi, petani yang mengembangkan tepung berbahan baku lokal menjadi kalah bersaing dengan terigu impor," kata Ketua Divisi Kajian dan Propaganda Serikat Petani Indonesia (SPI), Achmad Ya'kub, di Jakarta, Rabu (17/10).

Ya'kub menambahkan pemerintah seharusnya membela rakyatnya daripada melanggengkan sekelompok pengusaha besar importir terigu nasional melakukan praktik monopoli. Alasannya, karena kebergantungan pada segelintir importir terigu akan memengaruhi stabilitas pangan nasional. "Pengalaman berkurangnya pasokan gandum dari Rusia, beberapa tahun lalu, seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk tidak membiarkan praktik monopoli terigu nasional berkembang. Padahal, Indonesia tidak sebutir pun menanam gandum, namun kenyataannya pemerintah tampak panik ketika pasokan gandum dari Rusia dan Amerika berkurang beberapa waktu lalu," kata dia.

Koordinator Perkumpulan Pedagang Kecil Pengolah Terigu (PPKPT), Didi Rachmat, menambahkan saat ini pasar impor terigu di Tanah Air didominasi oleh satu perusahaan nasional yang menguasai hingga 80 persen pasar. Penguasaan pasar ini berpotensi terjadinya oligopoli yang mengarah pada monopoli pasar terigu sehingga menyebabkan harga terigu tinggi. "Anehnya lagi, manakala Turki menawarkan terigu dengan harga lebih murah dari yang ada sekarang, sekelompok pengusaha nasional mengajukan keberatan dan meminta pemerintah untuk membatasinya dengan menambah bea masuk tindakan pengaman atau safeguard," kata dia.

Menurut Didi, pengadangan masuknya terigu murah dari Turki tersebut juga pernah terjadi sebelumnya. Ketika itu, sekelompok pengusaha nasional menuding Turki melakukan dumping sehingga mendesak Komite Antidumping Indonesia (KADI) untuk mengeluarkan rekomendasi Bea Masuk Antidumping (BMAD). Kini, sekelompok pengusaha nasional itu kembali beraksi dengan mendesak Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) untuk mengeluarkan rekomendasi bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) terhadap melonjaknya volume terigu dari Turki.

Dipaksa Impor
Sementara itu, pengamat ekonomi pertanian, Khudori, membenarkan monopoli pasar terigu berbahan gandum berdampak pada sulitnya tepung berbahan lokal untuk berkembang. Akibatnya, setiap tahun, Indonesia dipaksa mengimpor enam juta ton gandum untuk terigu. "Selama ini, kalau ada upaya substitusi terigu berbahan gandum menjadi tepung dari bahan lokal, seperti ubi jalar dan ganyong, selalu dihambat importir yang memonopoli pasar," kata dia. YK/aan/mza/AR-2 KORAN JAKARTA/WACHYU AP http://m.koran-jakarta.com/?id=103385&mode_beritadetail=1


Share/Bookmark