11.3.06

Tak ada pilihan lain, kecuali Melawan




Kaum tani di Indonesia terutama tani miskin dan buruh tani serta masyarakat tak bertanah semakin sulit saja. Dari jaman- ke jaman, dari penguasa ke penguasa, petani menjadi bulan-bulanan kebijakan melulu berpihak kepada pemodal dan kaum kaya di desa dan kota. Perjuangan naik bangun, pasang surut berlangsung panjang. Sejarah perlawanan kaum tani untuk merebut hak-hak demokratis dan hak paling dasar tak pelak mengundang amarah penguasa yang kaya raya. Karena dianggap menganggu arus modal yang masuk ke kocek-nya. Antara pengusaha, aparat polisi dan penguasa seia sekata menjawab gerakan rakyat tani untuk mempertahankan dan merebut hak-hak petani, yaitu melalui moncong senjata, proses hukum berbelit dan penuh rekayasa, politisasi persoalan menjadi kriminal dan pemenjaraan petani-petani. Celaka-nya ini berlaku berulang-ulang. Lihat saja beberapa kasus yang dialami petani anggota Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) diberbagai wilayah yang saat ini sedang menghnagt kembali seperti Bandar Pasir Mandoge, Kab. Asahan Sumatera Utara, di Tanak Awu, Lombok Tengah NTB .

Petani di Bandar Pasir Mandoge Sumut, yang konflik dengan PT. Bakrie Sumatra Plantation Tbk. menjadi korban kekerasan dan penangkapan oleh satuan pengamanan perusahaan bersama aparat kepolisian setempat. Penggusuran paksa, penganiayaan, pelecehan tak henti hingga sekarang ini. Terakhir adalah tanggal 27 Maret 2006, sekitar 100 orang Security PT Bakrie Sumatera Plantations (PT BSP) yang dikawal oleh 6 anggota Brimob dan 4 anggota polisi ke lahan yang disengketakan dengan menggunakan 3 buah truk. Mereka langsung merusak lahan petani yang sudah ditanami dengan menggunakan bulldozer. Kejadian itu diringi dengan penangkapan terhadap empat (4) petani di POLRES Asahan, sehari kemudian dilepas kembali. adalah;
Dari empat (4 ) petani yang ditangkap tersebut yang mengalami luka-luka adalah Bpk. Sidabutar dengan kuku Jempol kaki lepas, Syahmana Damanik dengan luka pukul didada dan tangan berdarah karena pada saat ditangkap diseret dan dipukuli. Ibu Juniar br. Tampubolon saat ini sedang mengasuh bayi berumur 2 bulan.

Seorang petani, Ibu Teti br. Tampubolon mengalami luka bocor dikepala yang kemudian dibawa ke Rumah Sakit Setempat, Ibu Rumena br. Manurung hingga malam ini tidak diketahui keberadaannya kemudian ditemukan warga dalam keadan terborgol dan Eilin (anak Nuraini br. Panjaitan) yang diikut ditangkap yang kemudian dilepas mengalami trauma, serta puluhan petani lainnya yang mengalami luka-luka.
Padahal sebelumnya pada 23 Agustus 2005, lima (5) orang petani telah ditangkap dan dipenjarakan dengan dalih pengrusakan di areal lahan perusahaan, penangkapan tersebut juga dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak prosedural oleh aparat kepolisian Kab. Asahan. Sekarang ini kelima petani tersebut mengalami persidangan dan di vonis hukuman penjara rata-rata 12 bulan.
Selanjutnya pada tanggal 9 Februari 2006. Aparat kepolisian (Brimob) melakukan pengusiran paksa kepada para petani penggarap lahan. Akibat pengusiran paksa itu, 23 orang petani perempuan mengalami pemukulan hingga pingsan dan luka-luka.
Di Tanak Awu, kabupaten Lombok Tengah NTB, pada tanggal 23 Maret 2006 persidangan atas petani yang ditangkap berlangsung. Latar belakang penangkapan adalah penghasutan dan perbuatan tak menyenangkan. Inilah karakter konflik agraria, segala cara hukum dipakai.
Hal yang disebutkan diatas bukannya meredupkan perlawanan kaum tani, justru sebaliknya. Petani makin kuat dan teguh serta percaya bahwa tak satupun penguasa apalagi pemodal akan berpihak kepada petani miskin. Bila dicermati, perlawanan masyarakat miskin tak hanya monopoli petani, namun juga buruh, miskin kota, mahasiswa dan pemuda yang menganggur. Dalam bulan Maret ini, banyak aksi-aksi perlawanan rakyat terjadi. Karena saluran demokratis macet. Mulai dari DPR, pemerintah tingkat desa hingga Presiden, partai-partai politik. semua macet. Tak ada jalan lain kecuali melawan. Melawan ini dalam kerangka menjalankan pokok-pokok pikiran Undang-Undang Dasar 1945. Tak ada pilihan lain bagi masyarakat yang dipinggirkan dan ter-alienasi kecuali melawan dengan caranya masing-masing. Melawan dalam rangka menjalankan amanat proklamasi kemerdekaan RI 1945. mewujudkan cita-cita bangsa yang sejahtera, adil makmur dan berkeadilan sosial. Membangun peradaban yang memenuhi hak-hak dasar rakyat, bukannya justru menjual kepada pihak asing. Bukannya menggadaikan kekayaan alam kepada perusahaan asing. Harapan bagi rakyat untuk mencapai cita-cita bangsa sangat yakin digapai. Masyakarat adil makmur bukan impian. Ia akan nyata bila masyarakat menemukan kesadaran kolektifnya bahwa perubahan itu dimulai dari segi yang paling kecil dan berrubah menjadi besar dengan kerja-kerja pendidikan, aksi dan kampanye massa yang aktif dan terus menerus. Bersatunya buruh, petani, dan kalangan lainnya. Jadi tak ush menunggu keajaiban bahwa penguasa yang sebagian besar korup itu akan berpihak kepada rakyat miskin. Tek aperlu menunggu ratu adil itu, bergerak berbareng saat ini juga secara serentak dan bersama-sama. Tak ada pilihan lain kecuali melawan.
(dimuat di pembaruan tani salam, maret 2006) Baca Selanjutnya......