16.10.11

Dampak Berantai Impor Kentang Memukul Petani

Slogan Mendag Hanya Basa-basi

RMOL.Belum selesai kontroversi ke­bijakan terkait ekspor rotan, kini Kementerian Perdaga­ngan (Ke­mendag) kembali menuai kon­troversi melalui ke­bijakan impor kentang. Slogan 100 persen cinta produk Indone­sia yang sering dinyanyikan Men­teri Perdaga­ngan (Mendag) Mari Elka Pa­ngestu pun dipertanyakan.
Ketua Departemen Kajian Stra­tegis Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) Achmad Yakub mengatakan, kebijakan impor kentang oleh Kemendag sangat memukul petani kecil. Impor kentang dari China lebih murah ketimbang harga yang dijual pe­tani lokal. Hal itu disebabkan negara asal impor memberikan subsidi sebesar 20 persen. Se­mentara petani Indonesia hanya disubsidi pupuk urea.

“Impor ini tidak hanya merugi­kan petani melainkan juga mema­tikan sektor kecil. Petani kita kan ha­nya memiliki lahan yang terba­tas. Sementara skala usaha impor­tir lebih luas. Jelas kita tidak bisa bersaing. Harusnya pemerintah me­ningkatkan produktivitas pe­tani, bukan dengan impor,” ujar­nya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Achmad, skala impor sepanjang semester I tahun ini sudah melebihi tahun lalu. Tahun 2010, impor kentang men­capai 17 ribu ton. Sementara untuk pe­riode Januari-Juli 2011, impor su­dah mencapai 19 ribu ton. Dia kecewa karena kebi­jakan impor ini tidak pernah me­minta penda­pat petani. Selain itu, Kemendag juga dinilai minim koordinasi dengan kementerian terkait.

“Kemendag terbukti tidak men­jalankan koordinasi yang baik dengan Kemenko dan Kemen­terian Pertanian,” katanya. Sebelumnya, ratusan petani kentang dari Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah, marah dan berdemo di kan­­tor Menteri Per­dagangan. Mereka menuntut Men­dag menghentikan impor ken­tang dan sayur. Akibat serbuan produk impor itu, harga kentang lokal anjlok.

“Kami menuntut Menteri Perdagangan menghenti­kan im­por kentang,” teriak Koor­di­nator Asosiasi Petani Kentang M Mu­dasir di sela-sela aksi unjuk rasa di depan kantor Mendag. Petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kentang ini me­nuturkan, sejak pertengahan Sep­tember, harga jual kentang di ting­kat petani anjlok hingga 50 persen akibat serbuan ken­tang dari China dan Bangla­desh. Har­ga normal kentang se­besar Rp 5.500-6.000 per kg, anjlok men­jadi Rp 2.500-3.500 per kg. Pe­nurunan harga itu mem­buat mo­dal petani tidak kembali.

Anggota Komisi IV DPR Rofi Munawar mengecam kebijakan Mendag Mari Elka Pangestu yang membiarkan impor kentang. “Ibu Mendag nampaknya tidak punya solusi lain dalam men­sta­bilkan harga komoditas perta­nian, selain dengan impor. Ke­bi­jakan per­dagangan selalu dihiasi dengan impor, bawang putih impor, buncis impor dan beras impor,” kata Rofi. Kasus impor kentang ini seolah berlawanan dengan slogan Ke­mendag untuk mencintai pro­duk dalam negeri. Kemendag mela­kukan kampanye 100 persen Aku Cinta Indonesia (ACI) melalui album kompilasi musik ACI.

“Pelun­curan album ACI ini me­rupakan salah satu wujud nyata untuk menumbuhkan na­sionalis­me dan rasa cinta dari masyarakat akan Indonesia,” cetus Mari. Pa­dahal, pe­duli dengan petani Ken­tang se­betulnya juga bagian cinta produk dalam negeri Bu. [rm] sumber: Rakyat Merdeka


Share/Bookmark