14.10.10

Bertumpu pada Tiga “Good”

“Pangan lokal kan urusan pemda yang difasilitasi pemerintah pusat dalam pengembangannya. Begitu pun ketahanan pangan. Maka, kalau raskin bisa diganti pangan lokal sesuai daerah masing-masing, ini akan menambah permintaan, yang tentu akan menumbuhkan industri desa dan pertanian pangan lokal,” paparnya.
Yakub juga menggarisbawahi distribusi bantuan korban bencana yang selama ini terfokus pada beras dan mi instan. Menurutnya, mesti ditemukan model distribusi bantuan yang berpihak pada pangan lokal, dalam hal ini tentu saja diperlukan kerja sama antara Badan Ketahanan Pangan daerah dan Bulog.



Pengembangan bahan pangan lokal, menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Murdiati Gardjito, semestinya bertumpu pada tiga aspek, yakni good agricultural activities, good manufacturing process, dan good culinary practise. “Dan ditopang oleh industri skala kecil, ini prinsipnya. Kalau langsung bicara industri besar, nanti petani nggak bisa ngikutin.
Mereka akhirnya hanya jadi buruh lagi. Beri suasana industrial di desa,” kata Murdiati yang juga berkiprah sebagai peneliti senior di Pusat Kajian Pangan Tradisional UGM. Kelemahan dasar institusi pemerintahan yang semestinya bisa mendorong pertumbuhan produksi pangan lokal di level petani maupun pengolah pangan lokal, menurut Murdiati, disebabkan terkotak-kotaknya program antar kementerian.
“Kementerian Pertanian tidak bisa bareng sama Kementerian Perindustrian, Perdagangan, Koperasi. Bahkan, mereka tidak bisa bareng sama perguruan tinggi. Kampus di Indonesia punya banyak ide, tapi nggak punya duit untuk memasarkan hasil penelitian ke petani maupun ke khalayak luas,” paparnya. Murdiati juga mencatat terjadinya pembiaran terhadap komoditas karbohidrat di luar beras.
Pemuliaan benih di luar beras sangat jarang terjadi. “Bahkan jenis umbi-umbian yang kita punya saja tidak ada catatannya. Umbi masih dilihat sebagai tanaman liar, tidak dibudidayakan, tidak dipupuk. Kementan memegang kunci pada good agricultural activites,” jelasnya.
Hal itu, menurut peneliti pada Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM, M Maksum, semestinya dimulai dari perubahan paradigma ketahanan pangan, yakni neraca pangan yang menghitung jumlah ketersediaan karbohidrat dan protein, bukan dari jumlah ketersediaan beras.
“Pemenuhan pangan itu pemenuhan karbohidrat dan protein. Kalau ketahanan karbohidrat kita melimpah ruah,” tegasnya.
Tiga Kunci Menurut anggota Kelompok Kerja Khusus (Pokjasus) Dewan Ketahanan Pangan (DKP), Gunawan, terdapat tiga kata kunci dalam usaha percepatan penganekaragaman pangan, yakni adanya tanah garapan, dukungan modal, dan teknologi.
“Kewajiban negara adalah memberikan dukungan pada akses petani terhadap tanah garapan, permodalan, dan teknologi termasuk perlindungan hak atas pemuliaan benih,” kata Gunawan yang juga Sekjen Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS).

Sementara itu, Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional, Serikat Petani Indonesia (SPI) yang juga anggota Pokjasus DKP, Achmad Yakub, mencatat perlunya penggantian jatah beras miskin dengan pangan lokal. Hal ini, menurut Yakub, bisa meningkatkan produksi pangan lokal di masing-masing wilayah.
“Pangan lokal kan urusan pemda yang difasilitasi pemerintah pusat dalam pengembangannya. Begitu pun ketahanan pangan. Maka, kalau raskin bisa diganti pangan lokal sesuai daerah masing-masing, ini akan menambah permintaan, yang tentu akan menumbuhkan industri desa dan pertanian pangan lokal,” paparnya.
Yakub juga menggarisbawahi distribusi bantuan korban bencana yang selama ini terfokus pada beras dan mi instan. Menurutnya, mesti ditemukan model distribusi bantuan yang berpihak pada pangan lokal, dalam hal ini tentu saja diperlukan kerja sama antara Badan Ketahanan Pangan daerah dan Bulog.
“Di saat yang sama, pemerintah jangan lupa untuk menjaga efek sosiologisnya. Martabat pangan lokal harus dijaga,” jelas Yakub. YK/L-1


sumber: http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=64953
Copyright © Juli 2009 | Departemen Teknologi Informasi Koran Jakarta


Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment

silakan komentar dengan sopan