22.5.11

Program GPPK Buat Petani Diragukan

22 May 2011 Ekonomi Rakyat Merdeka

UPAYA pemerintah memperkenalkan Gerakan Produksi Pangan Sistem Korporasi (GPPK) diragukan keberhasilannya. Pasalnya, beberapa pihak beranggapan pencapaian surplus pangan nasional tak bisa dilakukan instan dengan cara itu. Apalagi jika mekanismenya tak diatur secara benar.

Direktur Institute for Developmeht of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, efektif atau tidaknya program itu bisa terlihat dari mampu tidaknya menyelesaikan pokok persoalan. Menurutnya, masalah yang dihadapi petani sekarang yakni pasokan dan distribusi yang tidak merata. Persoalan utama masalah pangan dalam negeri masih berkutat pada suplai yang lebih rendah dari kebutuhan konsumsi. Pada akhirnya membuat harga fluktuatif (naik turun).

"Kalau program itu tidak bisa menyelesaikan masalah, ya nanti ujungnya sama aja. Lihat saja, program subsidi pupuk dari korporasi, seringkali distribusinya nggak pernah tepat. Kapan pupuk itu dibutuhkan petani tidak ada. Tapi, ketika petani nggak butuh, pupuk itu ada. Kalaupun ada. harganya tidak sesuai dengan harga eceran petani." papar Enny kepada Rakyat Merdeka.

Enny mengatakan, jika pemerintah ingin mengupayakan tidak terjadi krisis pangan, yang dibenahi seharusnya persoalan apa yang saat ini menimpa petani, seperti mahalnya ongkos tenaga kerja di sektor pertanian. "Sudah banyak program yang diluncurkan pemerintah, tapi nggak ada hasilnya. Faktanya, tidak meningkatkan kesejahteraan petani dan tidak juga menyelesaikan persoalan," sindir Enny.

Enny menilai, petani selama ini tidak berdaya karena beban ongkos produksi yang harus ditanggung itu luar biasa. Sementara sistem korporasi yang diluncurkan pemerintah hanya diproyeksikan untuk mengelola output-nya saja. "Petani kita itu masih tradisional. Sistem korporasi bagaimana bisa langsung tune in. sementara petani di sini nggak seperti petani di luar negeri yang terbiasa dikelola secara korporasi. Jika ingin melibatkan korporasi, harusnya ada standarisasi yang jelas-," ujar Enny.

Dewan Kajian Strategis Serikat Petani Indonesia (SPI) Ahmad Yakub menyatakan, sudah semestinya negara bahu membahu mengatasi krisis pangan. "Mekanismenya haras jelas.. Nggak boleh asal. Pemerintah punya upaya, sayangnya metodologinya keliru, masih pendekatan korporasi bukan pemberdayaan masyarakatnya.

Pemerintah harusnya mendorong petani supaya tangguh untuk meningkatkan produksi," ujar Yakub. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang hanya melakukan pendekatan kepada perusahaan besar dan cenderung mengabaikan pendekatan terhadap kope-rasi-koperasi masyarakat.

Pemerintah melalui sejumlah BUMN memang menyiapkan dana Rp 4,1 triliun hingga 2014 untuk membantu Gerakan Peningkatan Produksi Pangan dan Sinergi Petani (GPPPK). "Dari Rp 4,1 triliun dana untuk membantu program pemerintah meningkatkan ketahanan pangan nasional itu. Rp 1,3-1,5 triliun di antaranya dialokasikan tahun ini," kata Menteri BUMN Mustafa Abubakar. YAN Sumber http://bataviase.co.id/node/683027


Share/Bookmark