28.2.11

Kerja Sama Benih Dengan China Cuma Akal-akalan

MENYIKAPI produksi beras dalam negeri yang terus melorot, pemerintah memilih opsi menggandeng China guna meningkatkan produktivitas beras nasional. Sekretaris Jenderal Serikat Petani Indonesia (SPI) Ahmad Yakub memandang sinis kerja sama tersebut jika hanya dari segi pengadaan benih hibrida saja.

Menurutnya, kerja sama dengan China untuk mengembangkan pertanian padi yang menggunakan benih hibrida dari China hanya akan meningkatkan ketergantungan impor lebih besar. Faktanya, benih jagung Indonesia masih 43 persen impor. Belum benih holtikultura lainnya juga masih tergantung impor dari Taiwan dan Thailand. "Hibrida hanya bisa sekali" pakai, setelah itu tidak dapat dipakai lagi.

Kita saja susah melepas ketergantungan berasimpor, sekarang malah ketergantungan benih hibrida impor," sindir Yakub. SPI menganjurkan pemerintah bekerja sama dengan badan penelitian dan pengembangan yang ada di dalam negeri terkait benih hibrida nasional. Dengan begitu, seluruhnya bisa dikelola pemerintah. "Kerja sama seperti itu yang harus dimaksimalkan. Dari penghasilan petani harusnya mampu diserap ke pedesaan untuk meningkatkan daya beli, membuat pertumbuhan ekonomi di desa meningkat. Jadi, kerja sama dengan China saya pikir cuma bagian proses perdagangan benih. Ini akal-akalan," tuduh Yakub.

Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Hermanto menolak jika dikatakan produktivitas pangan yang dihasilkan petani dalam negeri menurun. Menurut Hermanto, produktivitas tidak menurun, hanya kenaikannya tidak sebesar yang diharapkan. Pemerintah sedang berupaya kenaikannya sesuai yang diharapkan. "Belum ada catatan mengenai itu. Seingat saya, belum ada sejarah produksi beras itu menurun, dalam arti tahun ini lebih kurang dari tahun sebelumnya," tuturnya.

Hermanto membenarkan ada rencana kerja sama dengan China terkait melakukan alih teknologi padi hibrida. Namun, dalam hal riset, pemerintah bisa memanfaatkan teknologi yang dimiliki saat ini untuk memproduksi benih hibrida agar tidak tergantung negara lain. Dia mengakui China memang terkenal sebagai Champion dalam teknologi padi hibrida.

"Tugas kita bersama mengejar teknologi itu. Kalau itu sudah kita kuasai dan bisa memproduksi dengan baik, kedaulatan pangan akan tercapai. Di antaranya melalui Research and Development (RD) di bidang teknologi perbenihan jadi maksudnya baik." terang Hermanto. Hermanto juga optimis kondisi Indonesia tidak mengarah pada krisis pangan, mengingat kenaikan harga yang ada sekarang relatif sudah stabil. Apalagi sebentar lagi memasuki musim panen raya. "Pada saat panen, kita harus menyelamatkan gabah pembelian pemerintah.

Pada saat paceklik, kita harus mengamankan harga konsumen agar daya belinya tidak menurun. Itu tugas kita," ungkapnya. Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan adanya kemungkinan kerja sama internasional untuk meningkatkan ketahanan pangan. Kerja sama itu tidak hanya meliputi bagaimana pangan tersedia, tapi mempersiapkan teknologi yang lebih baik. CR-2


Share/Bookmark