27.2.11

Kebijakan Pemerintah Cuma Berorientasi Bisnis Dagang

Rakyat Merdeka
PEMERINTAH dituding tidak mampu menyelamatkan sektor pertanian dan menjamin kedaulatan pangan nasional. Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Achmad Yakub mengeluhkan, kebijakan pemerintah semata-mata berorientasi bisnis perdagangan. Investasi yang selama ini dianggap menjadi jalan utama dan membawa petani menjadi sejahtera justru melenceng. "Kebijakan yang berorientasi ekspor, bisnis dan monokultur menyebabkan semua hal diserahkan pada mekanisme pasar.

Demi kepentingan pasar kebutuhan nasional seringkali diabaikan," ujar Yakub dalam diskusi bertajuk Tanah dan Pangan Serta Masa Depan Bangsa di Jakarta, belum lama ini. Menurut Yakub, pemerintah tidak mampu mengontrol harga kebutuhan rakyat Misalnya komoditi beras, ketika harga di pasarinternasional naik tinggi pada 2008, anjuran ekspor begitu gencar.

Sebaliknya, ketika harga beras internasional lebih murah dari harga nasional, impor dilakukan bahkan tanpa dikenakan bea masuk. Akibatnya, devisa negara hilang demi menguntungkan korporat. Yakub mengatakan, awal 2011, pemerintah melalui Bulog telah mencapai deal impor sebanyak 1,08 juta ton dari Vietnam dan Thailand. Jika pemerintah mengimpor 1,05 juta ton beras, devisa yang diserap Rp 4,86 triliun. Jadi 1,05 juta ton beras setara dengan produksi yang dihasilkan dari 333 ribu hektar sawah.

Padahal, per hektar petani bisa memproduksi 5 ton gabah atau setara 3 ton beras. "Dari seluruh aturan yang ada, yang diuntungkan bukan petani tapi segelintir orang. Petani kita hanya jadi mesin di industri perburuhan," tukas Yakub.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad membenarkan hal itu. Ada Perbedaan antara cita-cita pemerintah dengan praktik di lapangan. Ketika berbicara ketahanan pangan, pemerintah selalu bertumpu pada ketersediaan pangan,sehingga hanya mengarah pada produktivitas.

Pemerintah lalai memikirkan kesejahteraan para petani yang memproduksi pangan. "Negara ini sudah tidak produktif juga tidak sejahtera. Petani yang harusnya jadi produsen utama malah menjadi konsumen utama. Seluruh aturan yang ada tidak pernah berkorelasi dengan kesejahteraan rakyat," kata Idham.

Idham juga menilai, distribusi pangan yang tanpa kontrol dari pemerintah mencerminkan kurangnya perlindungan buat rakyat.

 Menanggapi itu, Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto mengatakan, seluruh kebijakan yang diambil pemerintah didasarkan ketahanan pangan dalam negeri.

Menurutnya, ada keterkaitan erat antara produksi pangan dan ketahanan pangan. Sebab itu, pemerintah akan mendorong peran swasta tapi tidak mengabai-kan masyarakat dan kelembagaan lainnya dalam ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan.
"Saat ini negara sedang berusaha menjamin hak pangan atas rakyat serta memberikan hak untuk menentukan sistem pertanian pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Kami optimis, kedaulatan pangan yang kokoh bisa terwujud," ucap Hermanto.
Dia menambahkan, strategi pertanian ke depan akan lebih jelas terkait reformasi Undang-Undang Agraria. Untuk itu, pemerintah akan mengambil kebijakan. Di antaranya, mengatasi kesenjangan terhadap pemilikan lahan, petani akan memiliki akses pada sumber pendanaan, dukungan yang kuat dari pemerintah pada sektor industri pertanian, serta mengembalikan pengelolaan tanah, air dan ruang sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. cr-2 Sumber      http://ekbis.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=19439


Share/Bookmark