Penuhi Kebutuhan Hotel, Kementan Tambah Impor Daging 7.000 Ton
RMOL.Proyek swasembada pangan tidak dilakukan secara terstruktur dan terencana. Pemerintah masih menggantungkan pada impor untuk mencukupi kebutuhan pangan. Praktisi Pertanian Achmad Ya'kub menuturkan, rencana baru swasembada pangan sudah berlangsung sejak lama dari tahun 1996. Adapun mengenai konsep ketahanan pangan tersebut intinya menyuplai berbagai komoditas di pasaran dengan berbagai mekanisme. produksi dalam negeri dan perdagangan luar negeri.
Dengan cara tersebut, pemerintah terjebak cara praktis dan berbahaya. Akibatnya, strategi pemerintah mencari harga internasional yang murah untuk diimportasi bukan mengedepankan strategi pembangunan pertanian di pedesaan. “Nah, infrastruktur di pedesaan banyak yang rusak, lahan pertanian pangan terus berkurang. Padahal, itu sangat penting buat petani,” cetusnya kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Achmad menambahkan, pemerintah harus mempunyai strategi perluasan lahan, juga konservasi lahan yang sudah ada. Dikhawatirkan, situasi seperti ini akan terus terjadi dalam beberapa tahun ke depan. Jika secara nasional tidak punya grand design, misalnya menjadikan Karawang sebagai lahan khusus beras, maka tukar guling lahan makin luas. “Kalau itu tidak ada, maka banyak petani yang jual lahannya untuk kontrakan karena lebih menguntungkan. Untuk apa mereka bertani kalau tidak menguntungkan dan tidak mendapat bantuan dari pemerintah,” ungkapnya.
Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyebutkan, dalam setiap tahunnya terjadi konversi lahan pertanian sekitar 100 ribu hektar. Mirisnya, pemerintah hanya bisa menyediakan lahan baru sebanyak 40 ribu hektar setiap tahunnya. Menurut dia, banyak aturan dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang diikuti Indonesia. Tapi, pemerintah lupa membagun strategi produksi nasional yang kompetitif. “Ini yang dilupakan sama pemerintah, kita sudah tergantung pada pangan internasional yang harganya fluktuatif. Kalau suatu saat terjadi bencana di negara produsen, maka harganya dipastikan akan melambung tinggi. Itu sangat membahayakan bagi Indonesia,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, masalah pangan sangat fundamental dan harus ditangani dengan serius oleh pemerintah. “Tingkat kesuburuan seperti apa? infrastrukturnya bagaimana? Irigasinya bagaimana? Hal tersebut perlu kajian yang lebih mendalam lagi. Tidak hanya asal menyediakan lahan,” cetus Firman.
Untuk mencapai target produksi jagung, kedelai dan padi pada tahun ini, maka diperlukan investasi sekitar Rp 43,44 triliun yang berasal dari pemerintah dan swasta. Berdasarkan data angka ramalan (aram) I dari Badan Pusat Statistik, produksi beras mencapai target, tapi produksi jagung dan kedelai belum mencapai target yang ditetapkan pemerintah.
Angka investasi tanaman pangan tersebut disampaikan dalam acara Konferensi Percepatan Pencapaian Swasembada 5 Komoditas Pangan Pokok oleh Kementerian Pertanian bersama dengan seluruh gubernur, bupati dan walikota. Untuk mencapai produksi jagung tahun ini, 24 juta ton, maka dibutuhan investasi Rp 10,28 triliun. Target produksi padi tahun ini 65,78 juta ton, maka diperlukan investasi Rp 31,78 triliun. Adapun, untuk produksi kedelai tahun ini 1,9 juta ton diperlukan Rp 1,38 triliun.
Tambah Impor Daging
Pemberian tambahan kuota impor daging sapi beku 7 ribu ton dipastikan hanya untuk industri pengolahan lantaran kebutuhan untuk konsumsi masyarakat, hotel, restoran, dan katering surplus 20 ribu ton. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan, kebutuhan daging sapi di dalam negeri masih surplus 20 ribu ton yang berasal dari sapi lokal dan sapi bakalan eks impor. “Untuk konsumsi masyarakat dan horeka (hotel, restoran dan katering) masih surplus,” ujarnya di sela-sela jumpa pers Prognosa Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan di Jakarta, kemarin. Data Kementan mencatat, harga daging sapi relatif stabil Rp 75.000-Rp 85.000 per kilogram (kg). [Harian Rakyat Merdeka