Semangat juang dan konfrontasi fisik menuju kemederkaan Indonesia melalui berbagai tonggak sejarah yang heroik dan patriotik. Sebut saja kebangkitan pemuda 1928, adalah ciri gerakan ke-indonesiaan yang begitu menasional. Ditengah berbagai keterbatasan informasi dan ruang gerak. Namun semua itu dapat ditanggulangi. Sejak itu bermunculan berbagai gerakan rakyat yang makin terorganisasi secara baik. Yang bahkan pada tahun 1911 sekalipun sebenarnya sudah muncul organisasi masyarakat. Kesadaran untuk mengembangkan, menyampaikan kepada kahlayak mengenai program-program politiknya diadakanlah koran-koran organisasi. Kemudian cikal bakal kekuatan militer di Indonesia adalah dimulai dari kekuatan pemuda, pelajar dan petani juga kaum ulama.
Demikian catatan kecil mengenai gerakan rakyat menuju kemerdekaan 1945. belum lagi rekaman bagaimana hiruk pikuk kekuatan rakyat bergabung bersama pimpinan-pimpinan revolusi Indonesia saat itu. Tentu kita takkan romantis mengenang perjalanan perjuangan bangsa mengusir imprealisme. Namun disitulah pentingnya rekaman-rekanam tersebut dalam konteks perjuangan hari ini.
Tepat 17 Agustus 1945, dikumandangkan proklamasi. Disusul esoknya dengan pernyataan,
” Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. .............
.........................................
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,..........”
Begitu mendalamnya preambul UUD 1945 itu. Tak sekedar merdeka sebagai bangsa namun juga menyerukan, mengajak dan memproklamirkan kemerdekaan yang hakiki bagi manusia.
Saat ini 61 tahun sudah usia kemerdekaan kita. 61 tahun lamanya mengisi semangat itu. Nyatanya masih saja mayoritas warga negara dala himpitan kemiskinan, kesedihan dan diabaikan. Belum lagi penjajahan baru dalam bentuk campur dalam menentukan kebijakan politik, ekonomi bahkan sosial budaya kita. Sebut saja dibidang pertanian petani gurem yang mencapai 10,8 juta rumah tangga pada tahun 1993, meningkat menjadi 13,7 juta rumah tangga ditahun 2003. peningkatan petani gurem ini juga dibarengi dengan penurunan penguasaan tanah petani gure. Yang awalnya yang memang sudah sempit yaitu 0,5 ha menjadi 0,3 ha. Impor pangan juga tak pernah terkendali mulai dari kacang kedelai sebanyak 1,2 juta ton/tahun, daging sapi, susu, gandum sebanyak 4 juta ton/tahun dan bahkan bawang. Pengganguran yang realtif statis bahkan cenderung meningkat, saat ini saja (tahun 2005) mencapai 41 juta, mayoritas adalah kaum muda. Dari jumlah tersebut pengangguran terbuka (open unemployed) adalah 10 juta jiwa, sedang 31 juta adalah setengah pengangguran (under employed). Jumlah ini berpotensi meningkat lagi akibat kenaikan BBM sebesar 126% pada bulan oktober 2005.
Apa yang dilakukan pemerintah ? mereka cenderung bahkan dengan sadar justru menuruti anjuran lembaga-lembaga keuangan internasional (IMF?Bank Dunia) , lembaga perdagangan dunia (WTO) maupun perusahaan-perusahaan besar dan negara-negara kaya. Kebijakan-kebijakan yang diambil justru memperkuat dan melanggengkan kemiskinan.
Misalnya saja intervensi dari lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF dan WTO menambah panjang deretan kebijakan yang anti rakyat, sebut saja Perpres 36/2005, penolakan MK terhadap tuntutan rakyat untuk mencabut UU No. 7/2004 tentang Sumber daya air, adanya upaya revisi UUPA 1960, UU Perkebunan No 18/2004 dan lemahnya proteksi terhadap petani.
Dimana Bank Dunia yang mengucurkan dana hutang sebesar $300 juta untuk menggolkan Undang-Undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan mendukung program Land Administration Project (LAP) yang kesimpulan dari mereka adalah merevisi UUPA 1960 yang saat ini diusulkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Kemerdekaan bagi mayoritas warga negara yang masih miskin dan terbanyak tinggal didesa menjadi sesuatu yang sulit dijamah. Maka itu, bekerja sama, berjuang, berproduksi bersama dalam suatu perserikatan, organisasi dan perkumpulan menjadi bermakna sekali ditengah pemerintah makin jauh dari petani. Organisasi diharapkan mampu menjawab beberapa persoalan anggotanya. Ketidakmampuan pemerintah memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya bukan sekedar tak punya biaya, namun memang tak punya niat. Niat secara totalitas berpihak kepada rakyatnya sendiri. Itulah peran penting dari organisasi tani, buruh, mahasiswa, pemuda dan perempuan untuk membangun gerakan sosial yang muaranya adalah memperjuangkan segenap kepentingan rakyat miskis dan melawan campur tangan asing dalam keputusan berbangsa dan bernegera.
Dirgahayu Indonesia.
tulisan ini juga terbit di pembaruan tani-agustus 2006
Baca Selanjutnya......