5.7.11

Industrialisasi Pertanian Bisa Atasi Kemiskinan

Kesenjangan Ekonomi I Ketahanan Pangan Mesti Searah dengan Kesejahteraan Petani

JAKARTA - Pemerintah diperkirakan gagal mengatasi masalah kemiskinan jika tidak mampu membangun industri hasil pertanian secara modern dan hanya mengandalkan ekspor komoditas primer. Pasalnya, sekitar 60 persen penduduk Indonesia dan mayoritas penduduk miskin tinggal di perdesaan dan mengandalkan hidupnya dari sektor pertanian. Pengamat pertanian, HS Dillon, mengemukakan program ekonomi yang disusun pemerintah selama ini tidak berhasil meningkatkaan standar hidup rakyat. Akibatnya, Indonesia tidak bisa lebih maju, bahkan menjadi labil, sehingga jumlah orang miskin akan terus bertambah. "Seharusnya pemerintah membuat suatu aturan yang pro petani. Selama ini, produk pertanian dari dalam negeri banyak yang diekspor dalam bentuk bahan baku sehingga tidak memberikan nilai tambah," kata Dillon di Jakarta, Senin (4/7).

Menurut Dillon, sistem pertanian di dalam negeri masih mengadopsi sistem zaman penjajahan Belanda. Pemerintah diharapkan membangun industri hilir dan menghentikan ekspor bahan baku. "Pembangunan di sektor pertanian harus ditingkatkan dengan membangun pabrik pengolahan yang memberikan nilai tambah dan mampu meningkatkan daya saing. Kebijakan ekspor bahan baku pertanian seperti kopi, kelapa sawit, serta kakao harus segera dihentikan," tegas
Dillon.

Senada dengan Dillon, Ketua Departeman Kajian Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) Ahmad Yakub mengatakan sejak Orde Baru hingga masa reformasi negara belum pernah secara nyata memihak kepada industri rakyat. Sebaliknya, negara justru selalu berpihak kepada sosok industriawan dalam negeri yang berwatak eksploitatif daripada pengusaha yang inovatif.

"Kita bisa lihat bagaimana berkuasanya sekarang pengusaha tambang batu bara atau pengusaha kelapa sawit dibandingkan pengusaha di sektor lain. Padahal, batu bara dan sawit hanya mengeksploitasi SDA (sumber daya alam) kita. Yang ada hanya keruk dan jual," kata Yakub. Ia menyatakan fakta bahwa pertanian di negeri ini hancur, padahal 60 persen penduduk negeri ini adalah petani, menunjukkan kebijakan ekonomi hanya mengabdi pada rente yang sangat bias perkotaan.

Pemerintah, sampai hari ini, belum mampu menyelesaikan ketersediaan lahan yang sangat kecil bagi pertanian, meski negeri ini masih memiliki jutaan lahan telantar. Sebaliknya, sumber dana pembangunan selama ini lebih banyak diarahkan untuk sektor yang konsumtif, seperti membangun gedung dan pusat perbelanjaan. Akibatnya, saat ini Indonesia bisa dikatakan sebagai negara dengan jumlah mal terbanyak di dunia, mengalahkan negara-negara maju. Menurut Yakub, jika pemerintah serius membangun sektor pertanian, selain penyerapan tenaga kerja dalam jangka panjang akan lebih banyak, perputaran uang di perdesaan juga bakal menumbuhkan perekonomian desa. Dillon menambahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, pemerintah harus meningkatkan kemampuan sumber daya manusia sehingga sektor pendidikan juga perlu dibenahi. "Pemerintah harus meningkatkan kemampuan petani dengan memberikan penyuluhan dan pendidikan mengenai pola tanam yang baik. Selain itu, perlu dibangun sekolah kejuruan tentang pertanian agar masyarakat bisa membangun perdesaan," jelas dia.

Industri Hilir
Pengamat pertanian dari Universitas Lampung (Unila), Bustanul Arifin, mengatakan program ketahanan pangan yang disasar pemerintah tidak ada artinya kalau pada saat bersamaan kesejahteraan petani justru menurun. Bahkan, ada kecenderungan petani semakin miskin akibat rendahnya daya beli termakan oleh inflasi.

 "Ketahanan pangan jangan sampai membawa dampak bagi kearifan lokal. Selain itu, pembangunan industri hilir masih kurang maksimal sehingga banyak produk pertanian yang belum memiliki nilai tambah," kata Bustanul.

Menurut dia, pemerintah harus meningkatkan program hilirisasi industri, khususnya di sektor pertanian, untuk menjamin peningkatan kesejahteraan petani. "Pangan bukan hanya beras, namun semua komoditas pertanian. Selain itu, akses masyarakat miskin terhadap pangan juga harus diperhatikan," ujar Bustanul.

Ia mengungkapkan kelompok masyarakat miskin di Indonesia mayoritas adalah petani. Karena itu, akan sangat sulit kalau petani sulit mengakses pangan. "Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah stabilitas harga di pasar serta keamanan pangan. Selama ini, produsen besar cenderung mengambil bahan baku untuk diekspor dan pemerintah kurang tegas terhadap masalah tersebut," tegas dia.

Sementara itu, staf pengajar Lemhanas John Palinggi mengatakan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sangat melukai rasa keadilan rakyat Indonesia. Selain harus ikut menanggung beban utang, rakyat miskin juga kehilangan kesempatan menikmati anggaran pembangunan negara yang telah tersedot untuk membayar bunga obligasi eks BLBI setiap tahun. Ia menambahkan belakangan ini kredit perbankan cenderung diarahkan untuk industri dan sektor properti karena kekuatan ekonomi saat ini dikuasai oleh sekelompok orang. "Ada sindikasi yang menguasai ekonomi kita saat ini. Dan ini sangat berbahaya untuk jangka panjang," papar John. lex/ind/fan/YK/WP sumber http://bit.ly/mCoKws
Baca Selanjutnya......