11.4.06

17 April hari perjuangan petani

Hari Besar Petani


Pada saat berlangsungnya Konferensi Internasional Via Campesina Ke II yang dilaksanakan di Tlaxcala, Meksiko, pada tahun 1996, 19 orang buruh tani telah dibunuh oleh polisi militer pada tanggal 17 April 1996, di Eldorado dos Carajaas Brasil. Dalam rangka memperingati kejahatan yang mengerikan ini La Via Campesina mendeklarasikan 17 April sebagai Hari Perjuangan Petani Internasional.

Setiap tahun pada tanggal 17 April, ribuan petani, perempuan dan laki-laki, menyatukan kekuatan untuk melakukan protes melawan kebijakan neoliberal seperti liberalisasi perdagangan pertanian, deregulasi dan privatisasi. Kebijakan ini telah mendorong penghancuran ekonomi petani dan pengusiran petani-petani kecil, buruh tani dan nelayan dari tanah mereka.


Kemudian, atas insiatif berbagai organisasi tani termasuk didalamnya Federasi Serikat Petani Indonesia bersama-sama dengan Komnas HAM, pada tahun 2001 lalu mendeklarasikan Hari Asasi Petani Indonesia pada tanggal 20 April. Sejak itu juga setiap tanggal 20 April , banyak kalangan terutama petani merayakan hari besar ini untuk terus menggelorakan perjuangan petani dalam pemenuhan dan perlindungan hak-haknya.

Saat ini juga Gerakan petani di Indonesia bersama gerakan sosial lainnya seperti pemuda, mahasiswa, kaum buruh, serta lembaga non-pemerintah bersama-sama mengkampanyekan kedaulatan pangan dan memperkuat gerakan untuk Pembaruan Agraria Sejati. Semua berkumpul di Desa Selokan , Kec. Pakis Karawang ratusan petani anggota FSPI, Dewan Tani Karawang dan lainnya merayakan ke-dua hari penting tersebut. Selain itu juga diseluruh bagian dunia, anggota La Via Campesina melakukan berbagai aktivitas seperti di Brasil, Honduras, Canada, India bahkan di Palestina sekalipun dan tempat lainnya.

Pada forum rakyat yang digelar ditengah sawah itu, diadakan juga diskusi massa. Dalam diskusi tersebut muncul bahwa perjuangan kaum tani di Indonesia dalam melawan kebijakan-kebijakan pertanian yang tidak memihak kepada petani tak pernah henti, seperti apa yang telah terjadi yaitu pemerintah Indonesia sejak tahun 1997 sudah tidak lagi memberikan subsidi bagi pengembangan usaha pertanian, membuka pasar dalam negerinya dari import produksi pertanian dari luar dengan selebar-lebarnya melalui penetapan bea import masuk yang rendah, seperti khususnya beras disebutkan bahwa dalam periode September 1998 hingga desember 1999, pemerintah Indonesia mengenakan tariff import beras sebesar 0%. Selanjutnya menentukan tariff khusus sebesar Rp. 430/kg atau sekitar 30% sejak Januari 2000 hingga tahun 2004. belum lagi kebijakan SBY-JK terakhir yang memutuskan untuk import beras sebanyak 70.050 ton pada akhir 2005 dan ditambah ratusan ribun ton diawal tahun 2006. kebijakan tersebut ditengah rakyat tani menyongsong panen hasil-hasil padi. Sementara itu legislatif yang diharapkan berpihak kepada petani ternyata menipu, mereka hanya sekedar pemberi gula-gula manis dalm proses demokrasi. Yang nyata hanya berpihak kepada penguasa yang bermodal itu.


Persoalan pangan, terutama beras bukanlah soal komoditas dagang semata namun juga suatu upaya untuk menegakkan Kedaulatan Pangan, yang merupakan suatu hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memiliki kemampuan guna memproduksi kebutuhan pokok pangan secara mandiri. Kedaulatan pangan adalah merupakan prasyarat dari sebuah keamanan pangan (food Security), maksudnya adalah suatu hal yang mustahil. Keamanan pangan tercipta kalau kedaulatan pangan tidak dimiliki oleh rakyat. Oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi setiap bangsa dan rakyat untuk dapat mempunyai hak dalam menentukan makanan yang dipilihnya dan kebijakan pertanian yang dijalankannya, kapasitas produksi makanan lokal di tingkat lokal dan perdagangan di tingkat wilayah.
Kemudian sejurus dengan kedaulatan pangan, penguasaan dan kepemilikan alat produksi bagi petani adalah hal yang tak bisa ditawar. Jalan pembaruan agraria harus ditempuh sebagai pijakan dasar pembangunan bangsa.

Dalam acara itu juga petani mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan dalam produksi pertanian yang menjamin kebutuhan-kebutuhan pangan, penghargaan lingkungan dan memberikan para petani suatu kehormatan kehidupan, sebuah intervensi aktif pemerintah merupakan hal yang harus ada. Intervensi ini harus menjamin pertama, Penguasaan dan kepemilikan oleh petani dan buruh tani atas alat-alat produksi seperti tanah, benih, air dan kredit. Kedua, pengendalian impor dalam rangka untuk menstabilkan harga sampai pada tingkatan yang meliputi selurh biaya produksi. Ketiga, pengendalian produksi (contohnya manajemen penawaran) dalam rangka untuk menghindari kelebihan produksi. Keempat, perjanjian-perjanjian komoditi internasional untuk mengontrol penawaran dan menjamin harga-harga yang fair terhadap petani-petani penghasil produk-produk ekspor seperti kopi, kapas dan lainnya dan kelima asistensi publik untuk membantu mengembangkan produksi petani dan pemasaran

Itulah jalan yang didesakan oleh petani beserta kalangan lainnya untuk segera dilaksanakan oleh pemerintah yang berkuasa saat ini SBY-JK. Baca Selanjutnya......